…suatu hari di bulan Maret, tiga tahun yang lalu…

Terminologi Corona tiba-tiba saja mengemuka ke seluruh penjuru dunia, membungkus rapat ruang keganasan sebuah virus yang berasal dari tempat antah berantah. Kita hanya sebatas tahu bemula di Wuhan Cina, menyeruak, mengendemik dan segera mematikan umat manusia. Eksistensi dan jati dirinya menjadi teka teki sedari awal, bahkan hingga saat varian dan ragamnya berpurwa rupa sedemikian masiv. Covid-19 telah menjadi alat penabuh genderang perang yang sangat sengit bagi keberadaan dan kelangsungan hidup umat manusia yakni berkurangnya populasi penduduk dunia secara global.

Siapakah targetnya, apakah tujuannya, kemana arah perginya, bagaimana cara menghindarinya, bagian apa yang diserangnya, , seperti apa ia akan dikenali, sekuat apa ia bisa dimusnahkan, setakluk apa ia jika dikendalikan dan seresisten apa ia apabila kelak bisa dimatikan. Pernahkah terbersit tanya menanya seperti itu dalam benak kita. Bisa jadi namanya menjadi besar karena pemberitaan seluruh media massa di setiap negara. Melecut ketakutan tersendiri di setiap lapisan masyarakat. Menjadi fobia terstuktur yang memicu ledakan teror di benak setiap orang. Percaya dan tidak percaya, raga manusia sudah terpapar dan kematian nyata terjadi. Siap atau tidak, kita harus menghadapi.

Sejurus dengan berbagai upaya berbagai pihak dalam membatasi, mengatasi dan mempersempit ruang gerak virus ini, kehadirannya menjadi bunga rampai sendi sendi kehidupan dan kelangsungan generasi. Momentum yang melesat ke semua bidang dan ranah, serentak dan menghentak. Kita melambatkan laju pada area realita dengan melokalisasi dan mendeterminasi ruang gerak dan sikap. Berdoa, bersua, berbicara, bergaya, berolah cipta, berkarya di dunia nyata  dalam balutan masker, tirai wajah, jengkal jarak dan isyarat sapa.

Meninggikan nilai kemanusiaan dengan mengatasnamakan keselamatan jiwa. Memasuki dan mencipta tatanan interaksi inklusif untuk menjumpai kawan lama di ruang maya. Mencipta dimensi baru dalam berkoneksi dan berproduksi. Meluaskan kekuatan berfikir dalam waktu yang makin sempit dengan karsa-karsa segar yang menggelitik. Menguatkan akar revolusi industri dengan inovasi kesehatan, tehnologi, pendidikan dan pengajaran, sumberdaya ekonomi, perspektif-perspektif baru dalam mengambil sikap, pola dan kebijakan.

Corona virus, sejenak,  memalingkan wajah kita dari hingar bingar kehidupan. Bukankah kematian adalah nasehat sederhana dan paling mengena. Hati kita dipilukan dengan warta duka yang bertubi-tubi. Kita berpacu dengan waktu dan kesadaran untuk segera menyelamatkan diri. Alam kembali menegur manusia dengan caranya sendiri. Dan kita akan selalu kembali kepada penguasa semesta, Tuhan Yang Maha Esa. Menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Menyatukan warna warna perbedaan dalam satu ragam kebersamaan hidup. Mendudukan rasa, karsa, karya dan olah fikir dalam satu hikmah permusyawaratan dalam keterwakilan segenap lapisan masyarakat. Menyatukan empati dan energi berbagi dalam berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  

Bilakah Corona virus berlalu, adalah sebuah   tanya semua orang pada dirinya sendiri, saat ini dan belum berakhir.  Namun demikian, usahlah kuatir, Post Corona Syndrome (kondisi yang menyertai setelah wabah itu berlalu), sudah sangat siap kita hadapi. Mari berjuang jiwa dan raga memajukan pendidikan, berharkat dan bermartabat demi kemanusiaan.

Semarang,Rabu Kliwon, 6 Oktober 2021

Ditulis kembali ; Maret 2023

Penulis : R Kalipasa _TAS Pengelola Data Sarpras